تخطي للذهاب إلى المحتوى

Kewarisan Adat Tidak Relevan dengan Hukum Waris Islam

Haris Iskandar (Mahasiswi Jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam IAIN Parepare)
15 فبراير 2022 بواسطة
Kewarisan Adat Tidak Relevan dengan Hukum Waris Islam
Admin Web HKI
لا توجد تعليقات بعد

Kewarisan Adat

Kewarisan adalah bagian penting dari hukum keluarga yang mengatur distribusi harta peninggalan seseorang setelah wafat. Dalam masyarakat Indonesia, sistem kewarisan tidak hanya diatur oleh hukum Islam, tetapi juga oleh hukum adat yang hidup di tengah-tengah komunitas. Namun, persoalannya adalah apakah kewarisan adat masih relevan jika dibandingkan dengan prinsip kewarisan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, dan ijtihad ulama?

Kewarisan Adat dan Karakteristiknya

Sistem kewarisan adat sangat beragam sesuai dengan corak masyarakat adat. Misalnya, masyarakat Batak mengenal sistem patrilineal, di mana harta waris lebih dominan diberikan kepada anak laki-laki. Sebaliknya, masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal memberikan hak waris utama kepada anak perempuan, terutama dalam bentuk harta pusaka tinggi. Selain itu, ada pula masyarakat adat yang mengedepankan musyawarah keluarga tanpa mengikuti aturan baku tentang bagian waris.

Meskipun sistem ini berfungsi dalam konteks sosial masing-masing, jika dilihat dari perspektif hukum Islam, tampak adanya perbedaan prinsip yang cukup mendasar.

Prinsip Kewarisan Islam

Dalam hukum Islam, kewarisan diatur secara jelas dalam Al-Qur’an, khususnya dalam surah al-Nisa ayat 11, 12, dan 176, serta diperinci dalam literatur fiqih klasik. Islam menekankan distribusi warisan dengan prinsip keadilan proporsional, di mana setiap ahli waris memperoleh bagian tertentu sesuai ketentuan syariat, misalnya anak laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dari anak perempuan. Hal ini bukan bentuk diskriminasi, melainkan karena laki-laki dalam struktur masyarakat Islam dibebani kewajiban nafkah keluarga, sedangkan perempuan memperoleh hak finansial tanpa kewajiban menafkahi.

Sistem Islam juga menolak adanya monopoli waris hanya oleh salah satu garis keturunan. Baik anak laki-laki maupun anak perempuan tetap diakui sebagai ahli waris dengan kadar tertentu, dan tidak boleh ada pihak yang dihapus haknya hanya karena jenis kelamin atau garis keturunan.

Ketidakrelevanan Kewarisan Adat

Jika dibandingkan, kewarisan adat sering kali bertentangan dengan prinsip syariat Islam. Dalam sistem patrilineal, perempuan kerap tidak memperoleh bagian waris, padahal dalam Islam anak perempuan jelas berhak atas harta peninggalan. Sebaliknya, dalam sistem matrilineal, laki-laki justru kehilangan hak waris, padahal Islam menegaskan keduanya memiliki bagian yang ditentukan.

Selain itu, kewarisan adat yang sangat bergantung pada musyawarah keluarga berpotensi menimbulkan ketidakadilan karena bergantung pada kekuatan negosiasi, bukan pada aturan normatif yang pasti. Sementara itu, Islam menekankan kepastian hukum yang tidak bisa diganggu gugat oleh subjektivitas manusia, sebab pembagian warisan dalam Islam dianggap sebagai ḥadd Allah (ketentuan Allah) yang wajib ditaati.

Penutup

Menurut saya, kewarisan adat tidak lagi relevan jika dipraktikkan dalam masyarakat Muslim yang mengimani Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman hidup. Islam sudah menyediakan aturan kewarisan yang lebih adil, proporsional, dan sesuai dengan maqāṣid al-syarī‘ah, yaitu menjaga harta (ḥifẓ al-māl) dan keturunan (ḥifẓ al-nasl). Oleh karena itu, sudah seharusnya hukum waris Islam dijadikan rujukan utama, sementara hukum adat cukup dipandang sebagai warisan budaya yang tidak boleh menggeser ketentuan syariat.


Kewarisan Adat Tidak Relevan dengan Hukum Waris Islam
Admin Web HKI 15 فبراير 2022
شارك هذا المنشور
تسجيل الدخول حتى تترك تعليقاً