Mengapa harus ada kata cinta berakhir dalam suatu hubungan rumah tangga ?
Haruskah setiap kehidupan rumah tangga itu ada kata perceraian ?
Apakah hal tersebut berketerkaitan dengan kehidupan seorang anak, siapakah yang berhak mengasuh anak tersebut.
Hal tersebut perlu di telusuri dalam kehidupan setiap rumah tangga.
Ayo kita telusuri lebih dalam lagi mengenai hal tersebut.
Perceraian sering kali menjadi akhir dari perjalanan cinta dalam sebuah rumah tangga. Namun, yang sering terlupakan adalah bahwa perpisahan suami-istri tidak serta-merta mengakhiri tanggung jawab mereka sebagai orang tua. Dalam hukum Islam, konsep hadhanah atau pengasuhan anak hadir sebagai upaya menjaga keberlangsungan hak anak agar tetap mendapatkan kasih sayang, pendidikan, dan perlindungan yang layak. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 105, hak pengasuhan anak yang belum mumayyiz diberikan kepada ibu, sementara anak yang telah mumayyiz dapat memilih tinggal bersama ayah atau ibunya. Ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ibu memiliki kedekatan emosional yang lebih kuat dengan anak, terutama pada masa pertumbuhan awal.
Namun, dalam praktiknya, sengketa hadhanah sering menjadi konflik yang sulit diselesaikan. Banyak kasus di mana orang tua lebih fokus pada perebutan hak asuh sebagai bentuk ego dan balas dendam pasca perceraian, bukan demi kepentingan terbaik anak. Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah ketentuan hukum yang berlaku sudah benar-benar mengutamakan kebutuhan anak atau justru memperkuat bias gender? Di era modern, ketika peran ayah dalam pengasuhan semakin diakui, penting untuk meninjau ulang konsep hadhanah agar lebih adil dan seimbang, tanpa mengesampingkan kepentingan utama anak sebagai pihak yang paling rentan dalam perceraian.
Meninjau ulang konsep hadhanah bukan berarti mengabaikan prinsip yang telah ditetapkan dalam hukum Islam, melainkan memperkaya perspektif dengan mempertimbangkan perkembangan sosial dan psikologis anak. Negara, melalui lembaga peradilan, sebaiknya tidak hanya berpegang pada ketentuan hukum tekstual, tetapi juga melakukan asesmen terhadap kondisi emosional, finansial, dan moral orang tua yang akan memegang hak asuh. Dengan demikian, keputusan pengadilan bukan sekadar memenangkan salah satu pihak, melainkan memberikan solusi terbaik untuk masa depan anak. Sebab, ketika cinta berakhir, yang seharusnya tetap hidup adalah cinta dan tanggung jawab orang tua terhadap anak-anak mereka.